InvestigasiMabes.com l Pekanbaru — Dugaan korupsi dalam pengelolaan pasar wisata legendaris Pasar Bawah memasuki babak baru. Tim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polresta Pekanbaru menunjukkan taringnya dengan memanggil pelapor, Suhermanto, untuk dimintai keterangan pada Kamis (10/4/2025) lalu.
Pemanggilan ini menjadi sinyal kuat bahwa institusi penegak hukum tidak tinggal diam terhadap aroma busuk yang belakangan makin menyengat di kalangan masyarakat dan media. Suhermanto yang telah lama menyuarakan kejanggalan-kejanggalan dalam pengelolaan pasar tersebut, mengungkap kepada media bahwa langkah ini adalah bentuk dorongan publik dan tindak lanjut dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau tahun 2023.
“Bayangkan, pasar sebesar itu dikelola selama tujuh bulan, tapi Pemko Pekanbaru cuma terima 8 jutaan rupiah. Itu angka yang mencederai akal sehat publik!” tegas Suhermanto.
Ia mengungkapkan, berdasarkan LHP BPK, seharusnya pengelola menyetor Rp224 juta ke kas daerah. Namun, yang dilaporkan ke Pemko melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) hanya Rp8 juta. Lebih mencurigakan lagi, Disperindag justru menyetujui jumlah yang janggal tersebut dan bahkan menerbitkan surat perintah setor yang patut dipertanyakan legalitas serta niat di baliknya.
“Apa dasar perhitungannya? Ini bukan cuma kelalaian, tapi indikasi kuat adanya kongkalikong. Bahkan saya curiga, dana 8 juta itu pun belum disetorkan. Ini penghinaan terhadap transparansi dan akuntabilitas publik,” tandasnya dengan nada geram.
Suhermanto mengapresiasi kesigapan penyidik Tipikor Polresta yang dengan cepat merespons laporan ini dan menunjukkan pemahaman yang mendalam terhadap kasus tersebut. Ia berharap, penyidikan tidak berhenti pada tahun anggaran 2022 saja, melainkan menyisir seluruh periode pengelolaan oleh pihak yang diduga bermasalah.
Sementara itu, masyarakat juga mulai angkat suara. Dukungan terhadap penegakan hukum bermunculan dengan seruan keras: “Mantap! Tangkap oknum pejabat yang memenangkan PT. AAS sebagai pengelola pasar bawah!” Teriakan ini bukan sekadar retorika, tapi desakan nyata agar tidak ada lagi pejabat yang berlindung di balik jabatan dan kekuasaan untuk mengeruk keuntungan pribadi dari aset publik.
Sudah saatnya, hukum benar-benar menjadi panglima. Rakyat menunggu — dan tidak akan lupa. (Red).