Tiga Hakim Jadi Tersangka: Skandal Suap Kasus Korupsi CPO di Indonesia

oleh
oleh

diduga penyuapan serta atau Gratifikasi yang berhubungan dengan keputusan pembebasan perkara tentang korupsipenyelenggaraan insentif ekspor CPO di Pengadilan Negeri (PN) Pusat sudah mengidentifikasikan tiga hakim lainnya sebagai tersangka. Ketiganya yaitu Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom.

Kejaksaan Agung () menyatakan ketigahakim tersebut sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait perkara CPO pada hari Minggu, tanggal 13 April 2025. Menurut Kejagung, Djuyamto yang sedang menjabat sebagai Ketua Majelis Hakim atau DJU, bersama dengan Agam Syarief Baharudin (ASB) selaku Hakim Anggota dan Ali Muhtarom (AM) sebagaimana Hakim Ad-Hoc diduga telah menerima suapan dari Muhammad Arif Nuryanta sang Kepala Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan guna mempengaruhi keputusan pengadilan demi keluarnya vonis bebas.

Tiga orang terduga pelaku ini menerima suap dalam bentuk dolar Amerika Serikat. Terdakwa pertama yakni ASB mendapatkan jumlah tersebut senilai dengan 4,5 miliar Rupiah ketika dikonversi ke mata uang lokal. Selanjutnya, DJU meresmukan penerimaaan uang hasil korupsi yang nilainya dapat ditukarkan menjadi enam miliar Rupiah saat diubah dari denominasi aslinya. Sedangkan untuk AM, dia juga memperoleh bagian berbentuk dolar yang apabila dikembalikan lagi ke nilai tukarnya akan mencerminkan lima miliar Rupiah.


1. Hakim Besar Syarif Baharudin

Berdasarkan profil LinkedIn-nya, Agam Syarif Baharudin merupakan seorang sarjana hukum yang telah menyelesaikan pendidikannya di Universitas Syiah Kuala Aceh. Dia kemudian meneruskan jenjang akademisnya dengan mengambil program magister dalam bidang hukum.
Universitas Sebelas Maret (UNS) yang berlokasi di Surakarta
Agam Syarif Baharudin sempat menjadi Kepala Pengadilan Negeri Demak sebelum dipindahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Agam Syarif Baharudin memiliki
total harta kekayaan
Rp2,3 miliar berasal dari laporan LHKPN yang diserahkan tanggal 23 Januari 2025.


2. Hakim Ali Muhtarom

Ali Muhtarom pernah mengemban posisi sebagai hakim di Pengadilan Kotabumi dan kemudian menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama Bandar . Sebelum bergabung sebagai Hakim Ad-Hoc Tipikor di Pengadilan Tinggi Jakarta, dia telah memiliki banyak pengalaman dalam berbagai kasus hukum. Hakim Ad-Hoc ditempatkan pada persidangan spesifik seperti kasus korupsi, pelanggaran HAM, pekerjaan , atau delik aduan terkait bisnis karena mereka dilengkapi dengan pengetahuan khusus atau latar belakang kerja relevan di area tersebut.

Sebagaimana tertera di situs LHKPN, harta kekayaan Ali Muhtarom yang dialaporkan kepada KPK pada tanggal 21 Januari 2025 mencapai total Rp1,3 miliar.


3. Hakim Djuyamto

Djuyamto merupakan lulusan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) yang berlokasi di Surakarta. Pada akhir karirnya, Djuyamto menduduki posisi sebagai Pembina Utama Madya (IV/d) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Saat menjalani tugas sebagai hakim, Djuyamto pernah menduduki posisi kepala hakim dalam persidangan kasus penyiram air keras terhadap Novel Baswedan pada tahun 2019. Ia juga sebelumnya memegang jabatan sebagai salah satu hakim dalam perkara penghalangan kepentingan hukum dan pembunuhan direncanakan melibatkan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Selain itu, Djuyamto merupakan hakim tunggal untuk sidang praperadilan yang mengenai sekretaris jenderal PDI-P, Hasto Kristiyanto.

Berdasarkan data LHKPN, Djumanto mengungkapkan bahwa asetnya sebesar Rp2,9 miliar pada tanggal 4 Februari 2025.

Related Posts