Anggota Komisi III DPR Martin Daniel Tumbelaka merasa bingung dengan aparat kepolisian yang tidak mampu mengatasi praktek premanisme, terlebih dalam hal penagihan utang. Dia menyerukan agar pihak berwenang bertindak tegas guna memberantas aktivitas premanisme tersebut.
debt collector
.
Itu disampaikannya sebagai respons atas kekerasan yang dialami wanita bernama awal RP (31), dia dikeroyok oleh tim penagih hutang di hadapan kantor polisi tersebut.
Menurut dia, perbuatan pemerasan yang menyamar sebagai layanan penagihan hutang tersebut merupakan suatu pemicu kuat agar para pejabat penegak hukum bertindak lebih tegas lagi. Anggota dari Partai Gerindra ini mengkritisi bahwa cara-cara penagihan hutang yang kasar serta tidak sesuai aturan sudah merusak rasa keamanan publik.
Dia menyebut, Komisi III DPR memandang bahwa perkara ini melebihi sekedar transgresi hukum kriminal biasa. Justru hal itu menjadi cermin dari ketidakefektifan pengawasan dalam meregulasi praktek tersebut.
debt collector
yang menyalahi hukum.
“Negara seharusnya tidak dikalahkan oleh ancaman kekerasan yang dibenarkan melalui aktivitas bisnis atau transaksi pinjaman-hutang,” ungkap Martin pada pernyataannya, Rabu (23/4).
Dia menyebutkan bahwa di bawah sistem hukum, tak ada alasan yang bisa diterima untuk menggunakan kekuatan saat mengejar kewajiban hutang. Terlebih lagi peristiwa itu berlangsung di sekitar markas polisi.
” Ini sungguh mencolok. Negara seharusnya tak bisa dikalahkan oleh kekuatan kekerasan yang dipandang sah karena terkait dengan aktivitas bisnis atau transaksi hutang-piutang,” katanya tegas.
Sebelumnya, ramai di media sosial video yang memperlihatkan seorang perempuan yang disebut sebagai korban pengeroyokan 11 orang debt collector. Peristiwa tersebut dikabarkan terjadi di depan Polsek Bukit Raya, Pekanbaru, Riau pada Sabtu, (19/4) malam.