Banjir di Indonesia: Bukan Sekadar Hujan, Tapi Alarm Lingkungan

oleh

InvestigasiMabes.com | Semarang –  bukan lagi kejadian luar biasa di Indonesia. Dari NTT hingga Jabodetabek, tiap tahun ribuan rumah terendam, warga mengungsi, dan kerugian meningkat. Data BNPB 2024 mencatat lebih dari 5.500 bencana, didominasi oleh banjir dan longsor. Ini adalah sinyal keras bahwa ada yang salah dalam pengelolaan lingkungan kita.

 

Hujan deras sering jadi kambing hitam, padahal akar masalahnya lebih dalam: pembangunan yang mengabaikan resapan, alih fungsi lahan, dan drainase yang buruk. Meski ada aturan seperti Zero Delta Q yang melarang pembangunan menambah limpasan air, implementasinya lemah.

 

Solusi banjir bukan hanya membangun tanggul. Kita perlu mengelola air hujan dengan bijak. Air seharusnya ditampung dan meresap ke tanah, bukan dibuang. Kolam retensi, embung, dan Rain Water Harvesting (RWH) bisa mengurangi limpasan dan menyimpan cadangan air bersih.

 

Selain itu, metode resapan seperti sumur resapan, biopori, dan pipa resapan horisontal (PRH) sangat efektif. PRH adalah teknologi sederhana, murah, dan mampu meresapkan air lebih dari 20 kali lipat dibanding sumur resapan biasa. Temuan ini sudah diterapkan di Semarang dan terbukti membantu mengurangi banjir serta kekeringan air tanah.

 

Pemerintah perlu mendorong penggunaan teknologi ramah air melalui regulasi dan insentif. Masyarakat juga bisa mulai dari hal kecil: menyerap, bukan membuang air hujan.

 

Air bukan musuh. Ia hanya menagih kembali ruang yang hilang. Jika kita hidup selaras dengan alam, masa depan bebas banjir bukan sekadar impian.***

 

Oleh:Dr. Ir. Edy Susilo, M.T

Dosen Universitas Semarang | Praktisi Hidrologi

Related Posts